26 Desember 2008

ANDAIKAN ADA SI BELANDA HITAM

Oleh: Sapto Prajogo

Sebuah pengalaman menarik di Pasar Tradisionil kawasan Bandung Timur. Pada saat itu saya tertarik untuk membandingkan harga barang lokal dengan barang import, saya sempat terpana atas sebuah penawaran harga pakaian lokal yang hampir tidak berbeda dengan pakaian import. Hal tersebut menjadi menarik, dikarenakan kualitas bahan dari pakaian import tadi jauh lebih bagus bila dibandingkan dengan pakaian lokal.

Namun demikian perlu disadari, bahwa tingkat akurasi data tersebut masih sangat jauh dari kebenaran, dikarenakan tidak pernah melewati sebuah penelitian yang bersifat komprehensif. Bagaimanapun secuil kisah yang mungkin bersifat kebetulan tadi, adalah sebuah peringatan keras bagi kita bangsa Indonesia. Selanjutnya apabila ternyata kisah tadi akurat, terus menerus, serta terjadi menyebar di seluruh kawasan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi dan daya saing bangsa sangatlah rendah.

Rendahnya efisiensi tersebut, bisa jadi berkaitan dengan rendahnya integritas antara bahan baku, sistem proses produksi, sistem pasar atau lain sebab yang jauh lebih komplek. Namun sebenarnya secara perseoranganpun, banyak sekali contoh perilaku manusia Indonesia yang didominasi oleh sikap hidup tidak efisien. Akhirnya terbentuklah sistem komunitas tidak efisien dengan kecenderungan kurang berdaya.

Selain itu ada pihak yang berpendapat bahwa kondisi bangsa yang kurang berdaya tersebut dikarenakan saat sekarang Indonesia sedang dijajah secara ekonomi oleh bangsa asing, dimana fisik Indonesia adalah wujud sebuah pasar besar bagi bangsa asing. Tidak disadari manusia Indonesia memang sengaja dibuat untuk tidak pernah puas dalam memenuhi hasrat belanja, atau dengan kata lain adalah sebuah proses pemiskinan yang dimodernisasi. Lalu apa bedanya dengan masa dimana VOC menjajah Bangsa Indonesia? Perlu diketahui VOC adalah sebuah badan usaha milik Belanda, yang artinya bahwa mereka datang ke Indonesia adalah demi sebuah misi perdagangan atau misi ekonomi.

Pada Jaman VOC terdapat pengkhianat bangsa yang dijuluki ”Belanda Hitam”, hal yang menarik, terkadang mereka lebih belanda bila dibanding dengan belandanya itu sendiri. Selanjutnya bila menyimak ekonomi bangsa Indonesia yang sedang dijajah, dikhawatirkan sekarangpun ada sekelompok manusia Indonesia yang dapat digolongkan sebagai ”Belanda Hitam”.

Andaikan dugaan adanya “Belanda Hitam” ternyata benar, maka dapat dibayangkan bahwa mereka kesana-kemari sibuk ”ha-ha-he-he-ha-ha-he-he” untuk mencari peluang demi memenuhi kepentingan diri sendiri serta mengabaikan kepentingan bangsa. Celakanya dalam mencapai tujuan tersebut, si ”Belanda Hitam” ini tega membuka pintu untuk masuknya kepentingan bangsa asing.

Andaikan benar “Belanda Hitam” ini ada di sekeliling kita, maka lengkaplah sudah penderitaan Bangsa Indonesia, apabila Si ”Belanda Hitam” membiarkan bangsa sendiri dibuat untuk tidak efisien, tanpa proteksi dibiarkan menjadi bangsa konsumtif, serta aktif mendorong agar aset-aset bangsa yang potensial diserahkan ke bangsa asing. Dampak langsung dari perbuatan tersebut mungkin sangat sulit untuk dirasa dan dimengerti oleh nalar. Bila di jaman VOC, hal tersebut lebih mudah dirasa karena ditemui adanya bekas kekerasan fisik, bahkan sampai terjadi adu senjata. Namun dalam hal ini, kekerasan yang ada dalam bentuk non fisik, walaupun sebenarnya dampak sakitnya juga sama. Tragisnya, apabila kita ingin teriak akibat kesakitan, mungkin akan kebingungan arah teriaknya? Hal tersebut dikarenakan, sulit membedakan antara pribumi asli dengan si ”Belanda Hitam”.

Andaikan dugaan adanya “Belanda Hitam” ternyata benar, maka sekarang saatnya menunggu hadirnya ”Sang Pangeran Kornel” yang konsisten peduli pada nasib bangsa, serta berani menolak dan melawan kehendak Asing. Sekarang saatnya mengingatkan secara persuasif ke si “Belanda Hitam” akan pentingnya harmonisasi serta integritas berbangsa. Alhasil, dengan merdekanya bangsa Indonesia dari belenggu kepentingan ekonomi asing, maka mestinya manusia Indonesia dapat menikmati kemakmuran dengan tanpa harus dikotori hadirnya si ”Belanda Hitam”.

3 komentar:

  1. he-he-he
    setuju dengan banyaknya pengkhianat bangsa.
    namun judulnya kurang tegas. yang tepat "ADA BELANDA HITAM"

    Ingat he-he-he bukan ketawa senang lho, tapi kepengin nangis, karena saking sedihnya sampai keluarnya he-he-he

    BalasHapus
  2. Belanda Hitam/pengkhianat mungkin memang sudah menjadi takdir Bangsa Indonesia.

    di negara manapun memang ada pengkhianat, namun kalau di Indonesia nampak jelas dan terang-terangan (lihat saja tayangan di TV, setiap hari ada saja Belanda Hitam yang ngomong sok negarawan, namun kalau kita lihat di rumahnya, numpuk harta hasil jadi Belanda Hitam, makan duwit rakyat.

    Mungkin maksud Pak Sapto, "sulit membedakan mana yang elanda hitam dan mana yang pribumi" adalah saking banyaknya belanda hitam.

    Pokoknya setuju dengan opini Pak Sapto

    BalasHapus
  3. Informasi dalam tulisan ini, mungkin penamaan tokohnya kurang keras.

    mending tegas saja "SI PENGKHIANAT", "SI PEDAGANG ASET BANGSA", "SI PENCURI HAK RAKYAT"

    atau sebut saja nama Pejabat atau legislatif yang bersangkutan

    tapi kalau disebut nama-namanya, susah ya karena hampir semua pejabat negara begitu ya!!

    yah jadinya setuju dengan sebutan Si Belanda Hitam.

    GEMAS AKU

    BalasHapus